JAKARTA: Peristiwa El Niño yang kuat di Indonesia telah mengganggu produksi beras di negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang beralih ke impor untuk menambah cadangan dalam negeri.
Menurunnya produksi padi akibat kemarau berkepanjangan menyebabkan kenaikan harga beras yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Yanto, pemilik warung makan unik di Jakarta Timur yang menjual aneka makanan murah, mengatakan keuntungan usahanya anjlok signifikan sejak Agustus.
Dia mengatakan, karena sebagian besar pelanggannya berasal dari kalangan bawah, dia tidak bisa menaikkan harga jual. Ia akhirnya memutuskan untuk mengurangi porsi nasi yang disajikan kepada pelanggan.
“Saya punya banyak pelanggan karena saya jual makanan murah. Kalau saya naikkan harga, mereka akan pergi. setiap bulan,” kata Yanto kepada Xinhua, Kamis.
Peristiwa El Niño yang kuat biasanya berarti berkurangnya curah hujan bagi tanaman yang haus. Hal ini terutama terjadi di Asia, dimana nasi merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduknya.
Ketua Persatuan Penggilingan dan Pedagang Beras Indonesia (Perbadi) Sutardo Alimoso mengatakan kepada media lokal pada hari Rabu bahwa pasokan gabah pada akhir tahun masih jauh dari kebutuhan penggilingan nasional. Tak pelak, beberapa pabrik memutuskan menghentikan produksi hingga pasokan kembali normal.
Masa kelangkaan beras juga diperkirakan akan lebih lama dari biasanya. Akibatnya, masyarakat akan merasakan tingginya harga beras dalam jangka waktu yang lama, kata Alimoso.
Arief Prasetyo Adi, Penjabat Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pangan Nasional (PABANAS), pada pertengahan Oktober lalu membenarkan bahwa dampak El Nino menurunkan produksi beras Indonesia sebesar 1,2 juta ton, turun dari target produksi tahun ini sebesar 30 juta ton. .
Produksi beras yang terganggu juga turut berkontribusi terhadap laju inflasi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen mencapai 2,56 persen tahun-ke-tahun di bulan Oktober, sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,28 persen, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga komoditas penting seperti beras.
“Beras merupakan penyumbang inflasi terbesar pada bulan Agustus hingga Oktober,” Budji Ismartini, wakil direktur statistik distribusi dan jasa BPS, mengatakan pada konferensi pers. Ia menambahkan bahwa El Nino memicu kekeringan berkepanjangan yang mengakibatkan berkurangnya produksi beras.
Meski Indonesia sudah mulai memasuki musim hujan, para ahli memperkirakan beras akan menjadi penentu utama inflasi secara keseluruhan pada tahun 2023 karena dampak El Niño akan terasa hingga berbulan-bulan hingga tahun depan.
Berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu pekan lalu, pemerintah akan menyalurkan bantuan beras dan bantuan langsung tunai (BLT) untuk menjaga daya beli masyarakat, stabilitas harga, dan tingkat inflasi.
Pada bulan Desember, 21,3 juta keluarga penerima manfaat diperkirakan akan menerima bantuan beras, dengan masing-masing keluarga dijamin mendapatkan 10 kilogram beras, dengan total anggaran sebesar 2,67 triliun rupee (sekitar $171 juta).
BLT akan diberikan kepada 18,8 juta rumah tangga penerima manfaat atau 200.000 rupee (sekitar US$13) per bulan per rumah tangga mulai November hingga Desember dengan total anggaran sebesar 7,52 triliun rupee (sekitar US$482 juta).
Pada awal bulan Oktober, Presiden Joko Widodo mengatakan dalam pernyataan persnya bahwa Indonesia perlu mengimpor tambahan 1,5 juta ton beras untuk mengantisipasi panen yang buruk, menambah tambahan 2 juta ton beras yang telah dialokasikan pemerintah ke Badan Urusan Logistik (BUH). Bulok). Pembelian dari luar negeri sebaiknya dilakukan awal tahun ini.
Stok beras yang saat ini dikuasai Bulok sebanyak 1,45 juta ton. Dengan tambahan alokasi impor dari pemerintah, harga beras akan tetap kuat untuk memenuhi kebutuhan pasokan hingga tahun depan guna menjaga stabilitas, kata Direktur Distribusi Mohammad Suyamdo. Rantai dan Pelayanan Umum Bulog, dalam keterangannya yang dirilis Kamis.
Suyamdo juga mengatakan pihaknya siap mengimpor beras dari negara mana pun dan memenuhi semua persyaratan kualitas.
“Saat ini kami memiliki perjanjian dengan Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar yang produksi berasnya masih tinggi. Kami juga akan berbicara dengan mitra bisnis di India, Kamboja, dan negara potensial lainnya,” ujarnya.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters