Pak Gibran mencoba yang terbaik untuk menjabat tangan semua orang tetapi sulit untuk mengatakan bahwa dia menikmati perhatian tersebut. Dia lebih banyak diam ketika orang-orang meneriakkan namanya sambil tersenyum. Pak Gibran juga mengabaikan panggilan wartawan seusai kampanyenya untuk wawancara singkat hari itu.
Calon wakil presiden itu diam-diam mengamati politisi lain yang duduk di sekitarnya saat mereka berbaur satu sama lain saat yang lain berada di atas panggung.
Namun ketika tiba waktunya menyampaikan pidato, Pak Gibran bertransformasi dari pendengar yang pendiam menjadi pembicara yang percaya diri dan mampu menggugah orang banyak.
“Terima kasih atas sambutannya. Masyarakat Banyuwangi sangat baik hati,” katanya yang disambut sorak-sorai dan tepuk tangan meriah dari para pendukungnya sebelum memperkenalkan usulan utama dari pasangan calon tersebut.
Saat debat calon wakil presiden pada 22 Desember, Gibran mengungkapkan keyakinan yang sama ketika ia berhadapan dengan rivalnya, Muhaimin dan Mahfoud. Gibran mampu mengartikulasikan sudut pandang pasangan tersebut dan melontarkan beberapa pukulan balik ketika lawannya menyerang atau menyerangnya.
Bagi Ibu Istifadah, perdebatan tersebut menunjukkan bahwa Gibran memiliki lebih banyak hal yang bisa ditawarkan selain masa mudanya dan hubungannya dengan presiden yang sedang menjabat.
“Saya terkesan. Saya berharap dia menjadi pemimpin yang baik dan merangkul semua orang,” kata pedagang makanan ringan berusia 47 tahun yang datang menemui calon wakil presiden di sebuah acara aerobik.
Arya Fernandez dari lembaga pemikir Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Jakarta, juga menyampaikan sentimen yang sama.
“Penampilannya pada debat capres (22 Desember) di luar ekspektasi masyarakat. Dia sangat mengesankan dan menunjukkan bahwa dia selaras dengan isu-isu terkini,” kata pakar politik tersebut kepada CNA.
Namun Pandit mengatakan diperlukan lebih banyak upaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa dia adalah seorang “wakil presiden”.
“Dia berusaha membuktikan bahwa dia adalah calon yang layak dan lebih dari anak Presiden. Tapi citra ini sulit dihilangkan,” kata Pak Arya.
Minimnya pengalaman dan minimnya prestasi politik menjadi faktor yang membuat Pak Gibran tidak mampu meyakinkan masyarakat bahwa ia adalah pemimpin yang luar biasa.
“Kemajuan Solo sebagian besar adalah kerja keras ayahnya dan FX Rudy. Gibran hanya melanjutkan apa yang telah mereka lakukan,” katanya, merujuk pada penerus Presiden Jokowi sebagai Wali Kota, Franciscus Xavierus Hadi Rudyatmo.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters