JAKARTA (ANTARA) – Menteri Koperasi dan Industri Kecil dan Menengah (KemenKopUKM) Teten Masduki dan Ketua Otoritas Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Afif Hasbullah sepakat mengembangkan regulasi pasar digital untuk menciptakan lingkungan persaingan usaha yang sehat .
“Kami akan bersama-sama mengelola pasar online. KemenKopUKM berharap demi kepentingan persaingan pasar, iklim berkeadilan dapat terwujud. Sementara itu, KPPU bertugas memantau tanda-tanda dan kemungkinan terjadinya monopoli perdagangan, kata Menteri Mastuki dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menteri mengatakan regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat untuk mengatur pasar digital. Hingga saat ini, praktik diskriminatif seperti shadow ban terhadap penjual independen masih terlihat jelas di platform digital.
Praktik diskriminatif lainnya adalah monopoli algoritmik yang mengarahkan konsumen pada produk yang dijual oleh perusahaan pengelola platform dan afiliasinya.
“Praktik diskriminatif dilakukan dengan teknologi tertentu, sehingga pengelola platform mudah mempelajari lalu lintas dan perilaku konsumen. Setelah itu, konsumen disarankan untuk membeli produknya. Sebaliknya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melakukan hal tersebut. Pelaku terpaksa menggunakan jasa pengirimannya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Menkeu menekankan perlunya regulasi pasar digital untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih baik. Setidaknya ada tiga aspek yang harus dikelola untuk menyelesaikan permasalahan.
Pertama, peraturan platform harus direvisi, terutama mengenai integrasi platform, yaitu mengelola algoritma data untuk mencegah penyimpangan.
Mastuki mencatat, traffic dari masyarakat yang menggunakan media sosial harus dibedakan dengan masyarakat yang menggunakan e-commerce. Jika keduanya digabungkan, data pribadi akan lebih mungkin disalahgunakan.
Kedua, dipandang perlu untuk memperkuat aspek perdagangan yang mengarah pada persaingan perdagangan yang sehat dan tidak mengarah pada monopoli pasar.
Fokus ketiga adalah regulasi terkait impor dengan memperkuat, mengefektifkan, dan mengendalikan arus masuk dan keluar barang.
“Barang yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar dari Indonesia dan negara asalnya, bahkan untuk ‘cross border online’ pun harus diberlakukan harga minimal di atas US$100 (Rp1.562.000) per unit,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua KPPU M. Afif Hazbollah, pertumbuhan e-commerce, media sosial dan perangkatnya terjadi dengan sangat pesat, namun Indonesia masih belum memiliki regulasi yang secara khusus mengatur perdagangan digital.
Diakuinya, pembatasan KPPU yang ada saat ini sudah tidak berlaku lagi karena lebih condong pada pengelolaan perdagangan rutin. Kedepannya mungkin akan dibuat undang-undang (undang-undang) di pasar digital.
“Saat ini, kami fokus untuk menjadikan undang-undang tersebut menjadi fokus di pasar digital, dan kemudian, kami dapat berperan dalam melibatkan hal tersebut,” katanya.
Berita Terkait: Menteri Korea Selatan Ajak ASEAN Berkolaborasi dalam Pemberdayaan UMKM
Berita Terkait: Transaksi digital akan memudahkan akses UMKM terhadap pembiayaan: Pemerintah
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters