Rumah > Pencurian >
Perampokan secara tradisional merupakan keasyikan terutama bagi para pria muda. Hal ini sering kali merupakan representasi dari realitas yang sudah ketinggalan zaman, karena perempuan dan anak perempuan mulai mengetahuinya sejak lama. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yang membajak musik, film, dan acara TV.
Pada awal dekade terakhir, The Pirate Bay bekerja sama dengan Universitas Lund di Swedia untuk melakukan survei pembajakan online terbesar dalam sejarah.
Survei ini mendapat tanggapan dari lebih dari 75.000 'bajak laut' dari seluruh dunia. Meskipun terdapat keragaman geografis, pola gender tradisional tetap muncul. Dari seluruh responden, hanya 5% yang merupakan perempuan.
Temuan ini radikal, namun sesuai dengan stereotip lama bahwa 'bajak laut online' adalah seorang pria muda yang agak jelek. Meskipun hal ini relatif akurat pada 25 tahun yang lalu, kelompok pelaku pembajakan saat ini sangat beragam.
Penelitian terbaru menunjukkan distribusi usia yang lebih bervariasi dan semakin banyak gender yang dipandang sebagai variabel yang kurang relevan. Salah satu studi longitudinal terbesar mengenai pencurian yang dilakukan oleh Uni Eropa tidak menyebutkan gender sebagai salah satu faktornya.
Penelitian: Siapa Bajak Laut dan Mengapa?
Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa tidak ada perbedaan, namun hal ini jarang menambah nilai penjelas atau wawasan baru. Temuan baru yang diterbitkan oleh para peneliti di Universitas Northumbria, Newcastle, yang mencakup gender, menjadi sorotan.
Data survei yang mengamati tren pembajakan di Thailand dan Indonesia, profesor pemasaran Dr. Xumei Bian dan Ny. Diterbitkan oleh Humaira Farid. Hasilnya baru-baru ini dipresentasikan kepada Komite Penasihat Implementasi WIPO Presentasi terkait Diterbitkan secara daring.
Melalui survei online dan wawancara tatap muka, penelitian ini bertujuan untuk memetakan sikap dan perilaku konsumen di Indonesia dan Thailand, khususnya terkait pelanggaran hak cipta online.
Salah satu kesimpulan keseluruhannya adalah bahwa pembajakan adalah aktivitas umum di kedua negara Asia. Bajak laut tersedia untuk segala usia, tetapi musik, film, dan acara TV sangat diminati di kalangan anak muda. Orang yang berusia di bawah 40 tahun lebih rentan terhadap pembajakan dibandingkan orang yang lebih tua.
Temuan-temuan ini bukanlah sesuatu yang luar biasa, dan tren serupa telah diamati di negara-negara lain. Namun menariknya, beberapa perbedaan signifikan muncul antara kedua negara ketika gender dimasukkan ke dalam campuran tersebut.
Bajak laut di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki
Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan perampokan dibandingkan laki-laki di Indonesia. Hal ini berlaku untuk semua kategori konten kecuali perangkat lunak, yang mana laki-laki memiliki sedikit keunggulan. Namun, di Thailand, laki-laki lebih cenderung melakukan pembajakan dalam segala hal.
Para peneliti tidak berusaha menjelaskan perbedaan-perbedaan ini. Namun, mereka kembali menunjukkan bahwa stereotip gender yang 'kuno' tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Meskipun hal-hal tersebut tidak mempunyai nilai penjelasan, orang mungkin mempertanyakan apakah gender relevan dalam konteks pencurian.
Ada beberapa temuan penting lainnya ketika melihat perbedaan lain antara konsumen Thailand dan Indonesia. Misalnya, di Indonesia, 64% responden mengatakan mereka mengetahui adanya film dan acara TV bajakan di YouTube, dibandingkan dengan 'hanya' 32% di Thailand.
Konsumen Indonesia lebih sering mengenal situs pembajakan musik dan pembajakan dibandingkan konsumen Thailand, seperti yang ditunjukkan tabel di bawah ini.
Harga dan kenyamanan
Terakhir, para peneliti juga melihat sikap berbeda terhadap plagiarisme. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun para perompak Indonesia melihat layanan hukum yang murah sebagai faktor motivasi terbesar, para perompak asal Thailand akan berhenti jika layanan hukum lebih nyaman.
Secara keseluruhan, para peneliti menyimpulkan bahwa perbedaan sikap dan regional ini penting untuk dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan.
“[P]“Kebijakan dan strategi anti-pembajakan yang bertujuan menghilangkan pembajakan konsumen harus mempertimbangkan jenis produk dan karakteristik konsumen serta perbedaan nasional,” para peneliti menyimpulkan.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters