2 November 2023
Jakarta – Beras kembali memberikan kontribusi inflasi yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya pada bulan Oktober, ungkap Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari Rabu.
Pejabat BPS Pudji Ismartini mengatakan makanan pokok menyumbang 0,58 poin persentase dari pertumbuhan indeks harga konsumen (CPI) tahunan sebesar 2,56 persen yang dilaporkan pada bulan lalu, menandai peningkatan dari angka yang sangat rendah di luar dugaan yaitu sebesar 2,28 persen pada bulan sebelumnya.
“Komoditas beras sangat besar dalam penghitungan IHK sehingga berdampak pada inflasi ketika harga beras naik,” kata Budji, Rabu.
Harga eceran beras naik 19,12 persen year-on-year (yoy), menurut data PBS. Untuk beras padi terjadi kenaikan sebesar 27,95 persen.
Meskipun inflasi sebesar 2,56 persen berada dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 2 hingga 4 persen, bank sentral secara tidak terduga menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen pada bulan lalu.
Suku bunga yang lebih tinggi umumnya melemahkan permintaan konsumen dalam suatu perekonomian dan akibatnya menurunkan harga.
Namun, Budji mencatat bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi hanya mempunyai pengaruh yang terbatas terhadap harga beras, karena beras merupakan komoditas yang tidak elastis di Indonesia karena kurangnya barang substitusi yang diterima secara luas, dan perubahan harga mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap permintaan.
“Kenaikan harga beras tidak akan mengurangi konsumsi komoditas tersebut atau malah membuat masyarakat beralih ke komoditas lain,” kata Budji. “Jadi secara teoritis, [the effect of] Korelasinya dengan kenaikan tarif dan penurunan harga beras tidak bersifat langsung.
Bulan lalu, PBS mengatakan bahwa inflasi tahunan beras telah mencapai puncaknya dan bukan disebabkan oleh kondisi domestik saja, karena produksi beras di pasar global juga terpengaruh.
Produksi negara eksportir beras terkemuka seperti India, Thailand, dan Vietnam mengalami penurunan tahun ini akibat fenomena El Nino dan cuaca kering. Tantangan serupa juga terjadi di banyak daerah penghasil beras di Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia memperingatkan kondisi cuaca buruk di nusantara pada Senin.
Beberapa pusat meteorologi global memperkirakan El Nino akan lebih kuat tahun ini, sehingga dapat memundurkan jadwal musim hujan mendatang.
Hal ini dapat menunda masa tanam dan panen serta menguras stok dalam negeri.
Dalam pertemuan dengan DPR pada tanggal 30 Agustus, kementerian memperkirakan Indonesia akan kehilangan sekitar 380.000 ton beras pada musim ini jika intensitas El Nino sedang.
Baca selengkapnya: Jokowi berencana mengimpor lagi 1,5 juta ton beras untuk meredam El Nino
Namun, Menteri Pertanian saat itu Syahrul Yasin Limpo mengatakan kepulauan ini bisa kehilangan hingga 1,2 juta ton jika cuaca buruk berkembang menjadi kuat.
Jakarta meningkatkan cadangan berasnya melalui impor, dan cadangan beras pemerintah saat ini berjumlah sekitar 1,7 juta ton, kata Presiden Joko “Jokowi” Widodo bulan lalu.
Jumlah ini tidak cukup untuk mengimbangi dampak El Niño terhadap produksi beras dalam negeri, sehingga pemerintah harus mengimpor lebih banyak beras melebihi kuota tahun ini.
Baca selengkapnya: Pemerintah akan mengimpor lagi 2 juta ton beras pada tahun 2024: Bulog
Pemerintah telah memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor tambahan 2 juta ton beras tahun depan untuk meningkatkan cadangan beras negara.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters