Hikmahanto Juana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, mencatat, sebelum kedua negara menandatangani perjanjian, Singapura telah memulangkan banyak buronan Indonesia.
“Tetapi prosesnya lambat karena hanya ada sedikit payung hukum untuk melakukannya. Itu hanya didasarkan pada hubungan bilateral Singapura yang dekat dengan Indonesia,” katanya kepada CNA, menambahkan bahwa itu melibatkan proses birokrasi yang berlapis di kedua negara.
“Kesepakatan itu harus mempercepat prosesnya, tapi kita akan lihat bagaimana itu benar-benar diimplementasikan.”
Jenis pelanggaran yang dicakup oleh perjanjian tersebut harus merupakan tindak pidana di kedua negara dan diancam hukuman minimal dua tahun penjara. Kejahatan yang tercantum dalam perjanjian tersebut antara lain pemalsuan, kejahatan perbankan, korupsi dan pencucian uang.
Kedua negara sepakat untuk tetap membuka daftar untuk perubahan dan penambahan.
Lalola Ester, seorang aktivis anti-korupsi di Indonesia Corruption Watch, mengatakan kesepakatan itu akan menghapus Singapura dari daftar negara tempat para buronan dapat mencari perlindungan, terutama karena negara-kota itu berfungsi sebagai pusat transit utama yang menghubungkan wilayah tersebut dan wilayah lainnya. Dunia.
“Tapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Kesepakatan itu tidak termasuk pemulihan aset curian yang disimpan di luar negeri dalam pemberantasan korupsi,” kata Mdm Ester kepada CNA.
Namun, aktivis memuji kemunduran kesepakatan, yang memungkinkan penegakan hukum untuk mengekstradisi buronan atas kejahatan yang dilakukan hingga 18 tahun lalu, dengan mengatakan itu mencerminkan undang-undang pembatasan Indonesia sendiri.
“Kalau penegak hukum ingin menyelesaikan kejahatan lama, mereka harus menggunakan (kesepakatan) dengan cepat sebelum batasnya tercapai,” katanya.
Anggota parlemen Indonesia Habibrogman mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan perjanjian tersebut sesegera mungkin.
“Saya harap (kesepakatan) itu ditindaklanjuti dengan langkah konkret: aparat penegak hukum kita segera mengejar para buronan yang bersembunyi di Singapura dan membawa mereka pulang untuk diadili di sini,” ujar politikus Partai Kerindra itu.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters