JAKARTA – Sekretaris Direktorat Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian (Kemanberin) Rifki Yuzwandi mengatakan, industri alas kaki lokal mampu mendorong perekonomian Indonesia ke level global.
Hingga triwulan II tahun 2024, kinerja industri alas kaki nasional mampu tumbuh sebesar 3,92 persen dibandingkan tahun lalu, kata Rifki, seperti dikutip ANTARA, Minggu, 22 September.
Bahkan, lanjut Rifki, data World Footwear Book 2023 mencantumkan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara produsen sepatu terbesar dengan memproduksi 807 juta pasang sepatu secara global pada tahun lalu.
Dari 807 juta pasang tersebut, sekitar 445 juta pasang diekspor, artinya 55,4 persen produksi alas kaki Indonesia dijual ke berbagai negara, dengan demikian sudah mempertimbangkan produktivitas dan efisiensi tenaga kerja dan industri dalam negeri.
Rifqi memperkirakan ekspor alas kaki pada tahun 2024 akan melampaui ekspor alas kaki pada tahun 2023 yang mencapai USD 6,4 miliar.
“Kami yakin di tahun 2024 akan ada peningkatan lagi karena ekspor Januari-Juni sudah mencapai USD 3,7 miliar. Kami yakin semester depan bisa dipertahankan dan lebih besar,” imbuhnya.
Meski pasar ekspor alas kaki lokal sangat besar, namun potensi pasar dalam negeri belum maksimal karena total produksi hanya 362 juta pasang yang terserap pasar dalam negeri, kata Rifki.
Menurutnya, jumlah tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 282 juta jiwa, dan serapan tersebut berarti satu orang Indonesia hanya membeli satu hingga dua pasang.
Faktanya, saat ini setiap orang memiliki dua pasang alas kaki, sehingga potensi pasar dalam negeri perlu digali lebih jauh, termasuk berbagai inovasi dan implementasinya.
“Kalau pasar dalam negeri kita tingkatkan, konsumsi sepatu nasional pasti meningkat mulai saat ini, yaitu hanya 1,28 pasang per orang per tahun,” ujarnya.
Rifki mengatakan, pihaknya sudah memiliki program revitalisasi, salah satunya dengan memajukan industri kreatif lokal seperti alas kaki.
Melalui skema ini, pengusaha berkesempatan mengganti biaya mesin sebesar 25 persen untuk mesin impor dan 40 persen untuk mesin lokal, sehingga menjadi modal kerja.
Selain proyek tersebut, Aneka Ciukur Itayadi, Ketua Pusat Pemberdayaan Industri Alas Kaki Indonesia (PPIPI) Direktorat Industri Kecil Menengah mengatakan, pihaknya juga memiliki program Indonesia Footwear Innovation Competition (IFC) untuk mendukung industri lokal. .
BPIPI menyelenggarakan IFC yang bekerja sama dengan perguruan tinggi setiap tahunnya sebagai upaya kolaborasi antara industri desainer, fotografer, dan videografer di industri alas kaki.
Tahun ini IFCC BPIPI berkoordinasi dengan Universitas Siputra dan diikuti 211 karya On the Spot Competition (OTC) Surabaya, 124 karya OTC Yogyakarta dan 291 karya pendaftaran online yang berasal dari bidang desain, fotografi, dan videografi.
Versi bahasa Inggris, Cina, Jepang, Arab, dan Prancis dibuat secara otomatis oleh AI. Jadi mungkin masih ada kesalahan dalam penerjemahan, harap selalu mengacu pada bahasa Indonesia sebagai bahasa utama kami. (Sistem didukung oleh DigitalSiber.id)
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters