Ketika Anda memikirkan kanguru, pikiran Anda secara otomatis mengasosiasikannya dengan Australia. Meski dekat dengan kepulauan Indonesia, hewan ini tidak pernah melintasi daratan Australia, dan sekarang kita tahu alasannya. Tampaknya tidak masuk akal untuk berpikir bahwa garis tak kasat mata akan mencegah kanguru meninggalkan daratan Australia, namun itulah yang dilakukan Garis Wallace.
Garis Wallace adalah garis tak kasat mata yang ditarik antara Australia dan Asia Tenggara. Nama garis ini diambil dari nama ilmuwan Alfred Russel Wallace, yang bersama Charles Darwin menggambar garis imajiner antara Kalimantan dan Sulawesi. Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan oleh para peneliti dari Australian National University dan ETH Zurich memberikan pemahaman lebih lanjut mengapa hewan memiliki distribusi yang tidak merata di seluruh perbatasan ini. Perbatasannya memiliki sisi barat dan sisi timur. Sisi barat perbatasan merupakan rumah bagi gajah, harimau, dan badak. Di perbatasan timur terdapat hewan berkantung (kanguru) dan monotremata (platipus berparuh bebek).
Setelah selesai Riset Dalam studi yang dilakukan oleh ANU dan ETH Zurich, para peneliti mampu memberikan kemungkinan penjelasan atas fenomena ini. Pengamatan mereka menunjukkan bahwa ketika sejarah geologi wilayah tersebut ditemukan sekitar 45 juta tahun yang lalu, terjadi pergerakan lempeng tektonik yang signifikan yang membentuk kembali permukaan bumi. Sebelum Pergeseran Besar, Australia berada lebih jauh ke selatan, lebih dekat ke Antartika. Namun seiring dengan pergeseran lempeng tektonik, Australia lambat laun bergerak ke utara dan bertabrakan dengan daratan Asia, khususnya kepulauan Indonesia. Akibat pergeseran geologi ini menyebabkan terbentuknya kepulauan vulkanik di Indonesia yang membentuk Punggungan Wallace.
Dr Alex Skeels, juga dari ANU, mengatakan pergeseran geologis ini mempengaruhi iklim bumi. Setelah transisi tersebut, Australia berpisah dari Antartika, sehingga membantu terciptanya Arus Sirkumpolar Antartika, yang memicu pendinginan global. Akibatnya, iklim di kepulauan Indonesia yang panas, lembab, dan subtropis menjadikannya proses yang berguna bagi migrasi fauna dari Asia ke Australia. Yang penting, fauna Asia telah beradaptasi dengan kondisi tropis ini, sehingga memudahkan mereka untuk bermigrasi ke Australia.
Situasi di Australia berbeda ceritanya, karena telah berevolusi seiring berjalannya waktu dalam iklim yang lebih sejuk dan kering. Akibatnya, mereka tidak cocok dengan kondisi panas dan lembab yang terjadi di kepulauan Indonesia. Gangguan ini sebagian besar bertanggung jawab atas kegagalan fauna Australia melintasi Garis Wallace, sebuah perpecahan yang terus berlanjut seiring berjalannya waktu. Garis Wallace memainkan peran penting dalam memahami pembagian fauna dan merupakan fenomena besar yang melibatkan iklim, geografi, dan keanekaragaman hayati. Dengan bantuan garis tak berwujud ini, sebagian besar keretakan misterius terpecahkan.
“Pakar TV. Penulis. Gamer ekstrem. Spesialis web yang sangat menawan. Pelajar. Penggemar kopi jahat.”
More Stories
Merayakan Tujuh Tahun Pemuda: The Lab: Membangun Ekosistem Kewirausahaan Pemuda di Indonesia
Mengapa Jalan Indonesia Menuju Net Zero Perlu Tindakan Segera di COP29 – Duta Besar
Gaganjeet Fuller bersiap menghadapi tekanan untuk mempertahankan gelar Indonesia Masters